BERSAMA KITA BISA*** TOGETHER WE CAN

Selasa, 12 Februari 2013

Degradasi Ibadah



Akhir-akhir ini, sering kita melihat umat beribadah ala kadar ikhlasnya. Dalam artian yang penting selesai dan telah menjalankan kewajiban. Mereka tidak mempedulikan apakah ibadahnya itu diterima ataukah tidak. Bahkan banyak pula yang tidak mengerti tata cara beribadah yang benar. Misalnya dalam menjalankan shalat.

Banyak orang yang saat menjalankan shalat hanya tinggal mengikuti orang lain atau imam (taqlid buta). Mereka tidak mengetahui rukun dan syarat melakukannya. Padahal, seharusnya untuk beribadah, umat harus mengetahui syarat dan rukun agar ibadahnya bisa diterima. Dalam shalat misalnya, salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah suci dari hadats besar maupun kecil. Dan hal itu bisa didapatkan dengan melakukan mandi dan wudlu. Dalam mandi dan wudlu pula harus menggunakan tata cara tersendiri yang disebut dengan rukun serta syarat mandi dan wudlu. Tidak sah jika syarat dan rukun tersebut tidak dijalankan. Sedangkan untuk mengetahuinya haruslah menggunakan ilmu. Jika dalam membaca Al-Qur’an menggunakan ilmu tajwid, maka dalam ibadah ubudiyyah seperti shalat, zakat, dan haji menggunakan ilmu fiqih.

Perkembangan zaman yang semakin jauh dari masa Nabi Muhammad SAW sangat mempengaruhi kehidupan umat. Jika dulu umat gemar sekali mempelajari ilmu-ilmu agama, dengan belajar bersama Nabi Muhammad SAW dan para sahabat, maka untuk zaman sekarang, umat tidak lagi bisa belajar bersama mereka, melainkan belajar bersama para ulama’ yang seringnya disebut warasatun al-anbiya’. Namun sayangnya, masih banyak umat yang tidak mau belajar. Sehingga, banyak dari mereka yang tidak mengetahui bahkan tidak faham mengenai ilmu agama.

Degradasi Pengetahuan Umat

Degradasi pengetahuan umat akan ilmu agama, khususnya ilmu untuk menjalankan ibadah tidak hanya dipengaruhi oleh karena jauhnya umat dari masa Nabi, akan tetapi juga disebabkan oleh lingkungan masyarakat sekarang yang semakin mencintai ilmu umum dibanding ilmu agama. Jarang sekali umat belajar ilmu agama seperti yang kerap dilakukan oleh umat terdahulu. Mereka belajar di mushola, masjid, madrasah, dan lain-lain hanya untuk mempelajari ilmu agama. Di antaranya al-Qur’an, al-Hadits, Fiqih, dan sebagainya. Kecintaan mereka akan ilmu agama terlihat jelas. Sehingga, dalam ibadah ubudiyyahnya pun menjadi benar. Lain halnya dengan umat sekarang. Umat sekarang banyak yang menjalankan ibadah-ibadah tanpa mengetahui ilmunya. Mereka tidak mengetahui hukum-hukum yang ditetapkan oleh agama.

Umat muslim mengetahui tentang wajibnya beribadah kepada Allah dan mengetahui pula bahwa semua bentuk ibadah pasti ada ilmunya. Namun, banyak dari mereka tidak memahami ilmunya. Mereka mengetahui bahwa fiqih adalah ilmu yang menuntun kita tentang cara berubudiyyah yang benar, tajwid adalah ilmu yang mempelajari tentang cara membaca al-Qur’an dengan benar, dan lain sebagainya. Akan tetapi, masih banyak umat yang tidak mau mempelajarinya. Mereka memilih taqlid buta dengan menganut imam tanpa ingin belajar untuk memahami sendiri ilmunya.

Solusi

Begitu ruwetnya problem zaman, maka semakin menuntut umat untuk mempelajari ilmu-ilmu agama. Beribadah harus menggunakan ilmu dan tidak asal-asalan. Menjalankan ibadah ubudiyyah harus menggunakan ilmu. Mempelajari serta memahami fiqih sangatlah perlu. Pasalnya, umat tidak cukup hanya menggunakan dalil al-Qur’an dan al-Hadits. Sebab, penjelasan di dalam al-Qur’an sendiri masih global dan tidak terperinci jika dibandingkan dengan keadaan zaman yang semakin kompleks. Begitu pula penjelasan di dalam al-Hadits. Meskipun penjelasan hadits sangatlah terperinci sebab al-Hadits merupakan penjelas dari al-Qur’an (bayan at-tafsir). Namun hal tersebut belum cukup menjelaskan kehidupan dunia sekarang yang sangat heterogen dan sangat berbeda dengan zaman dulu, yaitu zaman Nabi Muhammad SAW, para sahabat, dan para tabi’in. Memang bisa saja umat menggunakan kedua dalil tersebut sebab memang dua dasar tersebut adalah dasar utama pegangan umat. Namun, untuk masa sekarang ini, rasanya sangat perlu umat menggunakan dasar tambahan, yakni ijma’ dan qiyas (ijtihad).

Fiqih sebagai hasil ijtihad para ulama’ sangatlah diperlukan umat. Sebab, dengan fiqih, hukum-hukum yang tidak secara terperinci dijelaskan dalam dua dasar utama dapat terpahami. Misalnya, tentang minuman keras. Dalam al-Qur’an tidak dijelaskan secara gamblang bahwa minuman keras adalah haram. Yang ada adalah khamr, yaitu sejenis minuman yang memabukkan. Karena minuman keras dirasa memabukkan, maka minuman keras diqiyaskan atau disamakan dengan khamr. Sehingga hukum dari minuman keras menjadi haram. Masih banyak lagi contoh-contoh bentuk ijtihad para ulama’ tentang hukum-hukum kejadian yang secara tidak langsung tidak dijelaskan dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Umat harus segera memperbaiki ibadahnya dengan mempelajari serta memahami ilmunya.

0 komentar: