BERSAMA KITA BISA*** TOGETHER WE CAN

Kamis, 25 April 2019

Pengaruh Konten Tulisan Hukum Di Dunia Online




Konten hukum merupakan elemen utama dan terpenting, serta juga sebagai raja trafik untuk website, sehingga sangat diwajibkan untuk selalu ada di dalam sebuah website. Karena alasan itu pulalah, beramai-ramai pemilik website/blog membuat konten, tidak terkecuali website kantor hukum, baik berbentuk badan hukum perdata (firma) maupun perorangan berupaya membuat atau menulis konten hukum setiap harinya. Kalau dalam website kantor hukum anda tidak ada tulisan hukumnya, maka apa yang mau dilihat dan dibaca orang, ibarat membahas para advokat atau pengacara (lawyer) dan juga konsultan hukum tapi tidak menangani permasalahan hukum.

0 komentar:

Minggu, 17 Maret 2019

Penyelesaian Perkara Sederhana dibawah 200 Juta



Efektifitas Gugatan Sederhana

“Berbeda dengan gugatan perdata biasa, dalam penyelesaian gugatan sederhana, maksimal waktu hingga perkara tersebut memperoleh putusan hakim yaitu 25 hari kerja sejak hari sidang pertama.
Melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana, Mahkamah Agung (MA) memperkenalkan satu sistem baru dalam hukum acara perdata yang disebut Gugatan Sederhana (small claim case). Berbeda dengan gugatan perdata biasa yang pada umumnya memerlukan waktu lama hingga bertahun-tahun sampai putusan atas perkara tersebut berkekuatan hukum tetap. Dalam penyelesaian gugatan sederhana, maksimal waktu hingga perkara tersebut memperoleh putusan hakim yaitu 25 hari kerja sejak hari sidang pertama.
Terdapat syarat-syarat agar gugatan anda dapat diterima sebagai gugatan sederhana, yaitu:
a) Nilai kerugian materiil pihak penggugat maksimal Rp. 200.000.000,-;
b) Tidak termasuk persengketaan kepemilikan hak atas tanah;
c) Tidak termasuk perkara yang penyelesaiannya melalui pengadilan khusus;
d) Penggugat dan Tergugat berdomisili dalam yurisdiksi pengadilan yang sama.
Para prinsipal (pihak yang berperkara) harus hadir langsung dalam setiap persidangan, walaupun sebelumnya telah memberikan kuasa kepada advokat atau lawyer. Para advokat atau lawyer hanya berwenang untuk mendampingi dan tidak boleh mewakili.
Gugatan akan langsung dinyatakan gugur di hari sidang pertama jika pihak penggugat tidak menghadiri persidangan.
Proses pemeriksaan gugatan sederhana dipimpin oleh hakim tunggal, yang pada saat bersamaan juga berkedudukan sebagai mediator. Hakim tersebut bersifat aktif dalam mengupayakan perdamaian antara para pihak yang berperkara.
Dalam beberapa kasus yang kami tangani, sebagai seorang mediator, hakim umumnya akan melakukan mediasi secara langsung dengan para penggugat dan tergugat (prinsipal), tanpa mengikutsertakan advokat atau lawyeryang hadir mendampingi mereka.
Penyelesaian melalui proses gugatan sederhana tidak memerlukan waktu lama dikarenakan tidak ada proses jawab menjawab dalam bentuk replik, duplik bahkan kesimpulan. Pihak Tergugat tetap diberikan kesempatan untuk menanggapi gugatan dengan mengajukan jawaban secara tertulis, namun tanpa adanya eksepsi dan gugatan rekonpensi (gugatan balik). Intervensi dan putusan provisi pun tidak dikenal dalam proses penyelesaian gugatan sederhana ini.

Lebih cepat

Pada dasarnya penyelesaian melalui gugatan sederhana ini merupakan jalan keluar terbaik untuk menyelesaikan masalah dengan nilai kerugian yang tidak terlalu besar. Untuk perkara-perkara tersebut pasti akan sangat melelahkan dan membuang waktu serta biaya lebih jika harus diselesaikan melalui gugatan perdata biasa yang bisa memakan waktu hingga sekitar 6 bulan.
Lebih jauh, pencari keadilan dapat memperoleh kepastian hukum lebih cepat karena tidak ada upaya hukum banding, kasasi dan peninjauan kembali (PK) dalam perkara gugatan sederhana.
Sejauh ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, hingga akhir tahun 2015 hanya ada 1 perkara gugatan sederhana. Sedangkan di Pengadilan Negeri Tangerang hingga pertengahan tahun 2016 hampir mencapai 10 perkara gugatan sederhana.

0 komentar:

Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah Dengan Gugatan Sederhana



Layaknya perkara gugatan perdata pada umumnya, kini perkara ekonomi syariah di Pengadilan Agama dapat diselesaikan dalam waktu 25 hari kerja.
Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 14 tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah (“Perma Perkara Ekonomi Syariah”), kini perkara ekonomi syariah dapat diselesaikan melalui metode gugatan sederhana sebagaimana telah diterapkan dalam lingkup peradilan umum.

Dalam Perma yang baru saja diundangkan pada tanggal 29 Desember 2016 tersebut, gugatan sederhana kini dapat digunakan dalam menyelesaikan perkara perdata di lingkup peradilan agama. Dengan adanya pengaturan tersebut maka mengenyampingkan ketentuan Pasal 3 ayat (2) butir a Perma No. 2 tahun 2015 yang menyatakan gugatan sederhana tidak termasuk dalam perkara yang penyelesaian sengketanya di pengadilan khusus.
Karena dengan adanya Perma No. 14 tahun 2016 ini, gugatan sederhana dapat diberlakukan pada pengadilan khusus yakni pengadilan agama untuk menangani perkara ekonomi syariah.
Adapun yang dimaksud dengan perkara ekonomi syariah yaitu perkara di bidang ekonomi syariah yang menjadi kompetensi dari pengadilan agama sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama (perubahan kedua dari Undang-Undang No. 7 tahun 1989). Yaitu setiap hubungan hukum yang didasarkan pada prinsip syariah

Ketentuan mengenai besarnya kerugian atau nilai perkara dalam Perma No. 14 tahun 2016, ditetapkan sama dengan nilai kerugian materiil dalam Perma No. 2 tahun 2015, yaitu paling banyak Rp.200.000.000.
Sedangkan mengenai bagaimana proses pemeriksaan perkara ekonomi syariah tidak diatur kembali dalam Perma No. 14 tahun 2016, melainkan merujuk kepada Perma No. 2 tahun 2015. Dengan demikian maka aturan mengenai jangka waktu penyelesaian, hakim tunggal dan upaya hukum dalam perkara ekonomi mengikuti ketentuan dalam perma sebelumnya tersebut..
Adapun ketentuan baru yang tidak di atur dalam Perma No. 2 tahun 2015, yaitu mengenai pendaftaran elektronik. Dalam Pasal 4 Perma No. 14 tahun 2016 disebutkan pendaftaran gugatan melalui kepaniteraan pengadilan atau melalui pendaftaran elektronik atau dengan mengisi blanko gugatan yang disediakan di kepaniteraan.
Dengan adanya pengaturan tersebut maka, terdapat metode pendaftaran yang lebih cepat dan efisien bagi pihak penggugat yaitu dengan cara elektronik. Jika melihat pada struktur pengaturan dalam pasal tersebut seharusnya tidak perlu ada pendaftaran secara manual lagi jika telah melakukan pendaftaran secara eletronik.
Namun apakah hal tersebut telah sepenuhnya diterapkan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengingat perma ini baru kurang lebih 2 bulan diberlakukan.

0 komentar:

YURISDIKSI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (PHI)



Di Lamongan dalam kurun waktu yang sangat cepat kedepan akan banyak Perusahaan perusahaan. Hal itu sudah nampak mulai dari pesisir Pantura, sudah berdiri sekitar 10 Industri dan di brlahan selatan juga cukup banyak yang masih berupa tanah tanah yg bertuliskan milik PT.
Disini nanti kedepan akan rentan dengan berbagai permasalahan tapi yang jelas Perusahaan dengan segudang pengalamannya pun sudah dipastikan akan mewadpadai permadalahan tersebut. Dalam rezim hubungan industrial, maka berlaku asas lex specialist derogat lex generalis.

Kadang masih saja ada advokat yang berpegang bahwa setiap gugatan tunduk dalam rezim HIR. Sehingga, dalam mengajukan gugatan, kompetensi relatif dari pengadilan didasarkan pada domisili dari Tergugat. Artinya, pengadilan yang berwenang adalah pengadilan yang berada pada yurisdiksi Tergugat.
Bicara tentang kompetensi relatif suatu Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) terkait gugatan perselisihan hubungan industrial, ketentuan Pasal 81 Undang-undang No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (”UU No. 2/2004”), telah secara tegas menyatakan:

”Gugatan perselisihan hubungan industrial diajukan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja”.

Berdasarkan subtansi Pasal 81 tersebut, maka norma yang terkandung di dalamnya bersifat limitatif dan khusus. Hal ini berarti bahwa yurisdiksi PHI yang berwenang memeriksa dan mengadili suatu gugatan perselisihan hubungan industrial terbatas pada wilayah tempat dimana pekerja/buruh bekerja, bukan berdasarkan pada wilayah dimana tergugat bertempat tinggal/ berdomisili.
Dengan demikian, ketentuan Pasal 81 UU No. 2/2004 secara hukum telah meniadakan keberlakuan Pasal 118 ayat (1) HIR/ Hukum Acara Perdata karena Pasal 81 UU No. 2/2004 telah mengatur secara khusus mengenai kewenangan relatif PHI.

Kekhususan aturan ini juga dibenarkan menurut ketentuan Pasal 57 UU No. 2/2004 yang menyatakan ”Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam undang-undang ini”.
Adapun wilayah/ tempat pekerja/buruh bekerja sebagaimana dimaksud Pasal 81 UU No. 2/2004 dapat diartikan sebagai:
(i) tempat/ lokasi perusahaan [jika perusahaan tempat pekerja/ buruh bekerja tersebut tidak memiliki cabang atau kantor perwakilan di daerah lain]; atau
(ii) wilayah penempatan kerja pekerja/ buruh yang ditentukan oleh perusahaan dalam bentuk surat penempatan kerja [jika perusahaan memiliki cabang/ tempat usaha di beberapa daerah].
Dalam hal, seorang pekerja/buruh diterima bekerja di satu wilayah, kemudian ditempatkan di wilayah lain, maka wilayah tempat pekerja/buruh bekerja menurut ketentuan Pasal 81 UU No. 2/2004 adalah wilayah dimana pekerja/buruh terakhir kali bekerja atau ditempatkan.

Untuk menentukan secara pasti dimana wilayah tempat pekerja/buruh bekerja,  diperlukan adanya bukti surat penempatan kerja yang dikeluarkan oleh perusahaan selaku pemberi kerja.

0 komentar:

PHK Karyawan Karena Suka Game



Beberapa Game populer Android



Apakah direksi dapat mengeluarkan peraturan baru melalui surat keputusan direksi tentang pelanggaran bagi karyawan yang bermain game Android selama jam kerja?

Jawaban

Perusahaan, dalam hal ini diwakili oleh Direksi, berwenang untuk mengeluarkan aturan yang berlaku mutlak bagi seluruh karyawan. Aturan tersebut diterbitkan agar karyawan tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengakibatkan terganggunya proses bekerja sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan tersebut.
Aturan-aturan tersebut umumnya termuat dalam Peraturan Perusahaan (PP) yang mana berdasarkan Pasal 108 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, perusahaan yang mempekerjakan minimal 10 (sepuluh) orang wajib untuk membuat PP yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri Ketenagakerjaan.
Seringkali hal-hal yang diatur dalam PP tersebut bersifat umum sehingga ada kalanya diperlukan aturan lain dengan menyesuaikan pada kebutuhan perusahaan. Ketentuan yang berlaku khusus tersebut dapat merupakan aturan pelaksana yang merupakan turunan dari peraturan perusahaan.

Contohnya, dalam suatu peraturan perusahaan terdapat klausula-klausula yang mengatur pekerja sebagai berikut:
  1. Dilarang melakukan urusan atau hal-hal pribadi dalam jam kerja kecuali atas persetujuan atasan dan tidak mengganggu proses bekerja; atau
  2. Dilarang melakukan pekerjaan atau tindakan lain yang tidak berkaitan dengan tugas atau tanggung jawab pekerjaan;
  3. dan lain-lain

Sehingga,  direksi dapat menerbitkan peraturan turunan dari PP tersebut yang bersifat khusus. Aturan khusus tersebut dapat dalam bentuk Surat Keputusan (SK) Direksi, yang mana kemudian aturan tersebut harus disosialisasikan kepada seluruh karyawan.
Contohnya yang akhir-akhir ini sedang heboh di kalangan masyarakat yaitu adanya permainan android yang selalu update. Maraknya karyawannya yang mulai memainkan permainan tersebut dalam jam kerja, dikhawatirkan dapat menganggu pekerjaan. Direksi dapat mengeluarkan SK Direksi mengenai adanya larangan bermain Pokemon Go dalam jam kerja. Dalam aturan khusus tersebut disebutkan bahwa aturan ini sebagai bentuk pelaksanaan dari aturan yang telah ada dan memiliki sanksi sebagaimana diatur dalam PP.

Ketika diketahui terdapat karyawan yang bermain Pokemon Go dalam jam kerja, perusahaan dapat memberikan Surat Peringatan atas tindakannya tersebut karena melanggar aturan yang diberlakukan dalam perusahaan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 161 UU Ketenagakerjaan, dalam hal terdapat karyawan yang melanggar aturan yang berlaku dalam perusahaan, terhadap karyawan tersebut dapat diberikan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga secara berturut-turut. Atau sebagaimana ketentuan yang diberlakukan dalam peraturan perusahaan;
Dengan demikian ketika perusahaan telah memberikan surat peringatan tersebut namun pihak karyawan tetap melakukan tindakan yang dilarang tersebut, maka perusahaan memiliki hak untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan yang bersangkutan. Dengan tetap memperhatikan proses aturan mengenai PHK dan hak-hak yang dimiliki karyawan tersebut sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan peraturan perusahaan.

0 komentar: